Kamis, 30 September 2010

BANDAR LAMA


KEBERADAANNYA  DI PADANG


A.    Latar Belakang munculnya Bandar
            Kota Padang merupakan Ibu Kota Propinsi Sumatera Barat. Kota ini sebelumnya terdiri dari rangkaian daerah-daerah pesisir Kerajaan Minangkabau, yang disebut juga Daerah Rantau. Padang juga merupakan bandar sekaligus pintu gerbang bagi daerah pedalaman seperti Tiku, Pariaman, Air Bangis dan Painan yang terletak di pesisir pantai bagian barat Sumatera.
            Abad ke 14 dan 15, Padang dikenal sebagai Kampung Nelayan. Pada masa itu Padang berada di bawah Kerajaan Aceh Padang (Sultan Iskandar Muda) dengan daerah taklukan Tiku, Pariaman, Indrapura. Padang saat itu sebagai daerah transit karena disinggahi oleh pedagang-pedagang Tiku, Pariaman dan daerah lainnya untuk terus ke Aceh. Namun Padang saat itu belum sebesar Pariaman. Hal ini disebabkan karena Pariaman dijadikan tempat kedudukan panglima yang diangkat oleh raja Aceh untuk daerah pesisir Sumatera.
            Abad ke 16 dan 17, hampir semua daerah kekuasaan Aceh ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Aceh. Pada saat yang bersamaan, di Indonesia pada umumnya termasuk Minangkabau, telah mulai pula beroperasi Perusahaan Dagang Belanda yang dikenal dengan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Timbulnya ketegangan antara kota-kota pesisir pantai barat Sumatera dengan Kerajaan Aceh merupakan peluang bagi VOC untuk melaksanakan Politik Adu Domba-nya, yaitu dengan dalih membantu daerah-daerah pesisir menghadapi Kerajaan Aceh. Sehingga pada tahun 1667 dan 1670 (setelah dua kali pembakaran loji akibat sabotase penduduk) Belanda atau VOC diberi izin mendirikan loji di Pulau Cingkuak Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk memperluas wilayahnya, VOC melihat Padang sangat strategis untuk dijadikan sebagai pusat pemerintahan dibandingkan Pulau Cingkuak, hal ini disebabkan pelabuhan yang melalui Batang Arau lebik baik keadaannya dari Pulau Cingkuak. Untuk menjamin kekuasaannya, Belanda mengangkat Orang Kayo Kaciak (Penghulu terkemuka di Padang) sebagai Penguasa Padang tanggal 18 September 1667.  Mulai saat itu Padang akhirnya tumbuh menjadi daerah kota, karena telah merupakan:
1.      Daerah pusat perdagangan, baik dengan daerah pedalaman Minangkabau maupun dengan dunia luar.
2.      Daerah Bandar atau pelabuhan dari dan ke Minangkabau (pedalaman).
3.      Pusat kediaman, baik oleh bangsa Belanda, bangsa asing lainnya maupun pendatang dari daerah lain.
            Abad ke-18, Padang adalah sebuah kota Metropolitan di pulau Sumatera baik sebagai pusat pemerintahan, pusat pertahanan militer dan sentra perdagangan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dagang dari Asia, Eropah terutama Belanda, Inggris dan Portugis. Saat itu pelabuhan yang digunakan adalah Muaro dengan fasilitas terbatas. Kapal-kapal besar umumnya tidak dapat merapat ke Muaro, tetapi berlabuh di Pulau Pisang Gadang. Untuk inilah Belanda sengaja membangun dermaga di Pulau Pisang Gadang sebagai pelabuhan transit. Selanjutnya orang atau barang-barang dibawa ke Muaro dengan sampan besar yang dikayuh oleh 12 orang yang kemudian berkembang dengan penggunaan kapal uap kecil. Belanda juga pernah berkeinginan membangun dermaga di Air Manis tapi terhalang dengan sulitnya membuat jalan melalui Bukit Air Manis yang cukup tinggi. Setelah melakukan penelitian, maka tahun 1888—1895 dibangunlah Pelabuhan Teluk Bayur. Pembangunan ini dikerjakan oleh Ir. JP. Yzerman, oleh Belanda pelabuhan ini diberi nama Emma Haven. Tahun 1892 Pelabuhan Teluk Bayur resmi dibuka bersamaan dengan dibukanya trayek kereta api Padang—Sawahlunto (daerah tambang batu bara).
B.     Keberadaan Dua Pelabuhan: Batang Arau dan Teluk Bayur
            Hingga akhir abad ke-18, wilayah Kota Padang hanya sekitar Batang Arau, Kampung Cina, Pasar Gadang atau Pasar Hilir, Pasar Mudik, Palinggam dan daerah pinggir laut. Sisanya merupakan hutan dan tanah rawa. Batang Arau atau disebut juga Sungai Padang memiliki panjang 25 km, yaitu dari muara sampai ke hulunya di Bukit Barisan. Tepian sungai sebelah kanan atau utara merupakan daerah datar dan sebelah selatan sungai merupakan daerah perbukitan (tinggi 322 m) yang sebenarnya merupakan kaki pegunungan Bukit Barisan.
            Walaupun kegiatan perdagangan terjadi di daerah sekitar muara Batang Arau, namun kapal-kapal yang relatif berukuran besar tidak dapat berlabuh di Batang Arau, kecuali perahu, biduk dan kapal berukuran kecil, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Dengan kata lain, Batang Arau merupakan gerbang untuk berbagai komunitas dan aktifitas. Sehingga, bermunculanlah bangunan atau kantor, seperti:
-          Loji VOC (bagian timur penjara lama)
-          Penginapan Hotel Padang (simpang Jalan Nipah, berbelok ke kiri arah ke muara)
-          Hotel Sumatera (Penjara sekarang)
-          Gedung milik N.H.M atau Nederlandsch Handels Maatschappy (dekat Muara, tepi Batang Arau arah ke timur), dan beberapa kantor-kantor dagang swasta lainnya
-          Tugu Ir. De Greve, penemu tambang batu bara Sawahlunto (SPBU sekarang)
-          dan beberapa bangunan lainnya.
            Batang Arau yang akhirnya disebut Pelabuhan Muaro sampai abad ke-19 masih berperan sebagai pintu transit baik ke dalam maupun ke luar Padang dan sekitarnya. Sampai sekarang kapal yang sering singgah adalah kapal dengan tujuan Mentawai dan kapal-kapal dengan tujuan pulau lainnya, disamping kapal penangkap ikan karena dipelabuhan ini terdapat kantor perikanan. Sebagai alternatif untuk mempermudah transportasi lewat laut, maka dibukalah alternatif lain, yaitu Emma Haven. Pelabuhan ini sejak mulai diresmikan berfungsi sebagai lalu lintas perdagangan dan orang dari dan ke Pulau Jawa atau Eropa, dan juga sebagai lalu lintas militer akibat makin berkecamuknya perang perlawanan rakyat daerah Sumatera Barat dan sekitarnya. Pada dasarnya Emmahaven dibangun sebagai akibat meningkatnya eksploitasi batu bara yang pada akhirnya menuntut Padang dijadikan sebagai stasiun batu bara. Sehingga dibangunlah jaringan jalan kereta api, yang selesai tahun 1896 (jalur rel utama sudah siap sejak tahun 1892). Nama Emmahaven di ambil dari nama Ibu Suri Kerajaan Belanda. Tidak diperoleh tanggal dan bulan diresmikannya Emmahaven, baik dari buku maupun kepustakaan lainnya.
            Dengan berfungsinya pelabuhan Emmahaven, maka lalu lintas perdagangan dan orang semakin ramai dan perkembangan Kota Padang pun meningkat terus baik sebagai pusat pemerintahan dan militer maupun sebagai kota pardagangan. Akibatnya, kegiatan bongkar muat di pelabuhan Muaro menjadi berkurang dan hanya untuk menampung kapal-kapal kecil saja. Namun sebagai pusat kota dimana terkonsentrasinya kegiatan perkantoran dan perdagangan, kondisi kawasan ini tetap tidak berobah bahkan semakin berkembang dengan dibangunnya pasar-pasar seperti Pasar Mudik, Pasar Tanah Kongsi dan Pasar Kampung Jawa. Setelah kemerdekaan pelabuhan Emmahaven berganti nama menjadi Teluk Bayur.
            Secara makro, pelabuhan Teluk Bayur berperan aktif dalam mendukung pembangunan Propinsi Sumatera Barat dan daerah sekitarnya, sedangkan secara mikro berperan sebagai penunjang ekonomi regional Sumatera Barat. Beberapa catatan yang perlu diketahui sehubungan pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur, antara lain:
1.      Pembangunan dan pengembangan fasilitas yang dimulai sejak bulan Oktober 1987 hingga Maret 1992 dalam rangka Proyek FNPDP (First National Port Development Project) yang dibiayai dengan pinjaman Bank Dunia dan DIP (Pelita), dengan hasil:
a.       Penggantian Dermaga kayu II,III dan IV menjadi dermaga beton sepanjang 415 m.
b.      Renovasi gudang 102, 103 dan 104 seluas 6.000 m2.
c.       Pembangunan dermaga multipurpose sepanjang 222 m yang dapat melayani kapal kontainer.
d.      Pembangunan Container Freight Station seluas 5.250 m2 dan Lapangan Penumpukan Container seluas 39.075 m2.
e.       Pengerukan kolam pelabuhan dengan kedalaman laut 10 m lws.
f.       Peningkatan dan rehabilitasi jalan, instalasi air dan penerangan.
2.      Ekspor perdana dengan Kapal Hoegh Clipper ke Amerika.
C.    Penutup
            Membicarakan latar belakang atau keberadaan bandar terutama di Kota Padang, tak terlepas dari aspek yang memberi dukungan terciptanya bandar itu sendiri sebagai lokasi atau wilayah yang menghimpun aneka komunitas. Batang Arau dan Emmahaven, yang berganti nama menjadi Pelabuhan Muaro dan Pelabuhan Teluk Bayur merupakan salah hasil akibat adanya kepentingan untuk hidup dan kehidupan, baik dulu maupun sekarang.
Padang

MR. ADAZ
Disadur dan dikutip dari berbagai sumber kepustakaan :
Sofwan, Mardanas dkk, Sejarah Kota Padang, Padang 1987.
Pemda Tingkat II Kotamadya Padang dan PT Buana Lestasi, 326 Tahun Padang Kota Tercinta 7 Agustus 1969—7 Agustus 1995, Padang 1995.
_______________ Padang Kota Tercinta, Padang 1973.
_______________ Memori Pelaksanaan Tugas Walikotamadya K.D.H. Tingkat II Padang, H. Syahrul Udjud, SH. 1983—1993. Padang 1993.
Colombijn, Freek - Tim BWSB, Paco-Paco (Kota) Padang – Sejarah Sebuah Kota di Indonesia pada Abad Kedua Puluh dan Penggunaan Ruang Kota, Leiden 1994.












Tidak ada komentar: